Memasak Cara Tradisional "Barapen" Di Biak Papua

Jubi- Kofur barapen ke! Begitulah ungkapan dalam bahasa Biak, yang selalu keluar dari mama-mama Byak (awin). “ Mari kitorang bakar batu untuk memasak makanan” Suku Biak termasuk dalam wilayah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Penyebaran bahasa Biak sampai ke Kepulauan Raja Ampat dan Teluk Doreri, Mnu Kwar, Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat.


Pada tahun 1992, saya mendapat kesempatan pertama kali berkunjung ke Papua (Biak Numpor, dan Merauke sampai perbatasan Papua New Guinea). Saya berangkat dari Jakarta bersama Dr. Yo Yuasa dari The Sasakawa Memorial Health  Foundation (SMHF Jepang). Tujuan kunjungan adalah melihat program bantuan the Leprosy Mission. 

Sebelum ke Biak, kami ke Merauke dulu. Kami terbang dari Jayapura ke Merauke. Dalam penerbangan Jayapura - Merauke, pesawat kami terbang disamping Gunung Jayawijaya...yang pertama kali saya melihat puncak gunung yang diliputi es di Indonesia. Betapa indahnya tanah Papua dilihat dari udara merupakan bentangan hutan hijau sejauh mata memandang!

Dari Merauke kami meneruskan perjalanan ke desa-desa di perbatasan dengan Papua New Guinea. Pada waktu itu daerah ini masih tertutup. Kami dikawal dengan 1 mobil tentara. Kami tidak diperbolehkan foto-foto, jadi saya tidak punya gambar dokumentasi.

Dalam artkel ini saya tidak menulis tentang kesehatan, hanya menulis kenang-kenangan indah yg baru pertama kali mengunjungi Papua. Kenangan indah itu antara lain melihat proses memasak menggunakan batu dibakar di Biak, sekali gus menyantap makanan sehat.

Dari kiri ke kanan: Dr. Yamin Hssibuan (penulis), Dr. Yo Yuasa, 1992
Petama kali mencoba makanan sehat dimasak secara Barapen

Memasak Secara Barapen

Di Biak proses memasak secara barapen seperti berikut; pertama proses pemanasan batu yaitu dengan cara meletakkan batu-batu pada kayu yang sedang dibakar. Batu yang dibakar dalam api dibiarkan sampai panasnya maksimal atau kayu yang di pakai untuk membakar batu tersebut sudah habis terbakar barulah batu panas di tebar rata dengan menggunakan tongkat kayu atau Kapim (penjepit yang terbuat dari bambu atau pelepah kelapa). Setelah batu di tebar buang sisa bara kayu dengan mengunakan kapim sehingga yang ada cuma batu panas saja, hal ini dilakukan guna menghindari makanan agar tidak hangus terbakar oleh sisa bara kayu.

Batu yang dipakai biasanya batu kali khusus atau batu pantai ataupun batu gunung yang ukurannya segenggam tangan bentuknya juga dipilih yang bulat pipih dan permukaannya halus serta padat dan tidak habis terbakar dan yang lebih utama panas yang dihasilkan benar-benar maksimal dan panasnya tahan lama tidak cepat dingin.

Setelah proses pemanasan batu selesai, maka selanjutnya adalah proses memasak.

Pada proses ini bahan makanan yang sudah disediakan lansung dimasukkan/diletakkan diatas batu panas yg telah dilapisi daun pisang dan di tebar merata. Makanan yang dibarapen berupa ubi jalar, ubi kayu, talas, sayuran dan daging (biasanya dagin babi).....pada kesempatan ini daging yang dimasak adalah ikan (halal) dan sudah dibumbui dibalut dg aluminium foil. Bahan yg dimasak diletakkan lapis demi lapis dg ditutupi daun pisang. Seperti lapisan daging, ikan tersendiri, lapis ubi-ubian tersendiri. Setelah bahan makan di masukan maka sulanjutnya barapen tersebut ditutup dengan dedaunan agar panasnya tidak keluar.

Agar meghasilkan panas yang baik biasanya setelah dedaunan ditudung lagi dengan menggunakan kain atau karung dan finishing ditutuplagi dengan pasir atau tanah. Selatelah ditutup dibiarkan selama kurang lebih setengah jam setelah itu barapen boleh di buka dan di makan bersama.

Dr. Yo Yuasa mendapat penjelasan dari Suster Myra, 1992

Sudah matang, siap dibuka

Makanan diambil dg jepitan  

Kunjungan ke Puskesmas Biak

Foto bersama dg Petugas Puskesmas  Biak, 1992

Postingan populer dari blog ini

2 Bulan Di London

Dr.Yamin Hasibuan Kepala Dinas Kesehatan Kab Dompu: 1974 - 1977

Kingdom of Buthan Yang Indah Dan Unik